Renungan Hati



Hatiku tergetar ketika melihat betapa muramnya hidup ini. Terkadang, aku dipenuhi seribu kebingungan saat menatap kehidupanku yang tidak kunjung berubah. Kemaksiatan, dosa, dan sekecil tinadak tundukku terlihat jelas oleh mata-Nya. Sudah berkali-kali menyakiti-Nya, melanggar aturan-Nya, melalaikan-Nya, tapi apa yang aku dapatkan? Dia tetap memberikan kasih sayang-Nya padaku. Dia tetap memberikan kelapangan dalam hidupku.

Allah Maha Adil! Inilah kalimat yang keluar dari bibirku. Aku merasakan betapa Dia memberikan yang terbaik dalam hidupku. Saat aku tertimpa musibah, kegagalan, kesakitan, Dia datatang memberikan obat penyejuk untuk batinku. Sungguh merugilah diri ini. Aku hanya mampu terdiam, membisu dan tidak mampu mengucapkan sepatah katapun, saat teringat kesia-siaan yang telah aku lakukan.

Mataku terpaku pada langit biru. Aku menatap dalam-dalam kesempurnaan ciptaan-Nya. Gugusan awan putih bersih menampilkan nuansa kelembutan. Burung-burung tidak ketinggalan turut menikmati panorama alam langit yang cerah. Mereka  berterbangan, saling rayu antara sat dengan lainnya. Kadang mereka terbang ke atas, kemudian turun seperti layaknya pesawat tempur yang lihai berdemonstrasi di atas udara. Anehnya, mereka selalu bersama-sama. Aku jarang sekali menyaksikan burung-burung terbang kesendirian. Mereka selalu bersama-sama dan saling menguatkan satu dengan lainnya, menunjukkan indahnya hidup berdampingan

Subhannallah. Sungguh, Dia telah memberikan segudang pembelajaran dalam kehidupan. Dia beitu bermurah hati memberikan waktu dua puluh empat jam dalam sehari, waktu yang sangat berharga untuk memetik ‘buah-buah’ pelajaran hidup. Tapi, apaterjadi denganku? Aku sama sekali tidak menyadari karunia ini. Apakah ini pertanda diriku terlalu egois? Seketika aku tersadar, ternyata sudah terlalu banyak waktu yang terbuang percuma. Ternyata sudah banyak aku boroskan masa hidupku ini untuk hal-hal yang “kering” tidak berfaedah. Oh tidak! Mengapa selama ini hati tidak pernah tergetar saat menyaksikan tanda kebesaran Mu, Ya Allah?

Dikutip dari buku Quantum Istiqamah

 
Raih Kesuksesan Hidup